Sebagai
seorang pencinta alam, kita tidak jarang mendengar kata-kata berikut.
“Dilarang mengambil sesuatu selain
gambar,
Dilarang meninggalkan sesuatu selain
jejak’
Dilarang
memburu sesuatu selain waktu.”
Kata-kata
tersebut sebernarnya adalah “Etika
Lingkungan Hidup Universal”, atau orang Indonesia mengenalnya sebagai kode
etik bagi seorang [pendaki gunung] pencinta alam. Kode etik tersebut
terinspirasi dari sebuah lagu, karya John Kay yang berjudul “Nothing But”, terdapat di bagian
refrain-nya seperti berikut.
Bring nothing but silence
Show nothing but grace
Seek nothing but shelter
From the great human race
Take nothing but pictures
Kill nothing but time
Leave nothing but footprints
* Take nothing but
pictures.
Memang alam menyediakan berbagai flora,
satwa, bahkan batuan yang memikat hati untuk dijadikan oleh-oleh. Namun
perbuatan seperti memetik bunga edelweis ataupun menangkap binatang, hanya akan merusak
alam. Jika ingin membawa oleh-oleh cukup dengan melukisnya atau memotret saja.
* Leave nothing but footprints.
Saat bertualang, semua bekas kegiatan terutama sampah yang
dihasilkan jangan pernah tertinggal, bawalah pulang kembali. Karena benda-benda
tersebut (terutama sampah plastik) akan memberikan dampak
buruk yang besar bagi kelestarian lingkungan. Termasuk jangan meninggalkan
bekas berupa coretan, guratan, dan sejenisnya di pohon maupun batuan.
* Kill nothing but
time.
Cukuplah waktu saja yang terbunuh selama
petualangan itu berlangsung. Lainnya, baik hewan, tumbuhan, bahkan termasuk
diri sendiri jangan.
Jika saat melakukan petualangan, seorang petualang melaksanakan tiga
point dalam kode etik
tersebut niscaya alam termasuk lingkungan hidupnya akan tetap terjaga
kelestariannya. Sehingga seorang petualang tetap dapat mengulangi
petualangannya di alam bebas sehari, seminggu, sebulan, setahun, bahkan seabad
kemudian.
Sekilas
mengenai Etika Lingkungan Hidup Universal (Kode Etik
Seorang Pencinta Alam).
Indonesia memiliki kode etik kepencintaalamnya sendiri
Kode Etik
Pencinta Alam Indonesia tercetus dalam sebuah Gladian Nasional Pencinta Alam IV pada tanggal 29 Januari 1974 pukul 01.00 WITA,
tercetus dan disyahkanlah di Ujung Pandang, Makassar, Sulawesi Selatan
Gladian
Nasional[1] ke-4 diselenggerakan di Pulau Kahyangan dan Tana Toraja
bulan Januari 1974, oleh Badan Kerja sama Club
Antarmaja pencinta Alam se-Ujung Pandang ini diikuti oleh 44 perhimpunan pecinta
alam se Indonesia.
Berikut
Isi Kode Etik Pencinta Alam Indonesia
v Pencinta alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
v Pencinta alam Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sadar
akan tanggung jawab kami kepada Tuhan, Bangsa, dan Tanah Air.
v Pencinta alam Indonesia sadar, bahwa sesama pencinta alam adalah
saudara, sebagai makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa.
Sesuai hakekat di atas,
maka kami dengan kesadaran menyatakan sebagai berikut :
1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Memelihara alam beserta isinya, serta menggunakan sumber daya alam
sesuai dengan kebutuhan.
3. Mengabdi kepada bangsa dan tanah air.
4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitarnya serta
menghargai manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya.
5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antar sesama pencinta alam sesuai
dengan azas dan tujuan pencinta alam.
6. Berusaha saling membantu serta saling menghargai dalam pelaksanaan
pengabdian terhadap Tuhan, Bangsa dan Tanah Air.
Disyahkan bersama dalam forum Gladian Nasional
Pencinta Alam IV
Di Ujungpandang pada
tanggal 29 Januari 1974 pukul 01.00 WITA.
Para pencinta alam se-Indonesia harus
selalu mengacu dan bergangan teguh pada Kode Etik tersebut dalam bersikap dan
berperilaku dalam segala kegiatan di alam bebas.
Seorang pencinta alam juga memiliki sebuah
ciri khas dalam berkegiatan di alam bebas. Yap, sebuah slayer, kain berbentuk
segitiga yang berukuran 1×1,5 m, bisa lebih besar atau kecil dan di sudutnya
terdapat logo atau lambang organisasi yang bersangkutan. Warnanya pun
bisa beragam, tergantung pilihan suatu organisasi yang akan
memakainya.
Bagi seorang pecinta alam, slayer mempunyai nilai dan harga yang tak
bisa diukur dengan uang dan materi atau dengan apapun. Karena untuk
mendapatkannya, membutuhkan pengorbanan dan perjuangan keras yang menguras
tenaga, fikiran dan mental. Padahal, slayer ini bisa didapatkan dengan mudah
dimana saja, termasuk di pasar-pasar. Karena hanya dengan bermodalkan
uang kira-kira Rp 25.000 saja, sudah bisa didapatkan tanpa harus
menguras tenaga dan fikiran.
Tapi hal itu, tentu
saja sangat jauh berbeda nilainya dengan mendapatkannya melalui pengorbanan dan
perjuangan keras. Karena, yang menjadi tolak ukur bernilai tidaknya sesuatu,
dilihat dari seberapa besar perjuangan dan pengorbanan untuk mendapatkan
sesuatu itu. Namun, seberapa berharga pun slayer itu, seseorang yang
ingin menjadi bagian dari organisasi pecinta alam, harus menyadari bahwa bukan
itu yang menjadi tujuan utama atau ingin didapatkan ketika telah menjadi bagian
dari organisasi.

Yang harus diutamakan
anggota organisasi pecinta alam untuk dijaga, ditinggikan dan disucikan adalah
sifat dan sikapnya, baik terhadap sesama manusia maupun
terhadap lingkungan alam bebas. Sifat dan sikap inilah yang memiliki peran
penting untuk kesuksesan suatu organisasi. Karena kesuksesan suatu organisasi,
berawal dari kesuksesan para penghuninya. Inilah tujuan dasar pelaksanaan
Diklatsar bagi calon anggota organisasi pecinta alam.
Pemberian bimbingan
dan pedidikan jasmani maupun rohani, serta melatih ketahanan fisik dan
mentalnya, diharapkan bisa melahirkan sosok-sosok pecinta alam yamg memiliki
sikap relegius tinggi dan tangguh dalam menjaga dan melestarikan alam ini. Dan
akan menjadi contoh yang baik dilingkungan masyarakat, khusunya dilingkungan
sesama pecinta alam.
Seberapa pun berharga dan bernilainya
sebuah slaye, tidak akan berarti bila sifat dan perbuatan pemiliknya tidak
dijaga dan disucikan.
Cukup sekian atas sedikit artikel yang saya
buat, dan mohon maaf bila ada kata-kata yang yang kurang berkenang. Terima
kasih atas perhatian dan semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca
PARESMAPA… JAYA!!!
[1]Gladian Nasional
merupakan event pertemuan akbar
pecinta alam se Indonesia. Gladian Nasional pada intinya adalah kegiatan “ajang
latihan” bagi para pecinta alam guna meningkatkan pengetahuan, skill keterampilan
dan kemampuan dalam bidang kepecintaalaman dan kegiatan alam bebas. Gladian
Nasional juga berperan sebagai media silaturahim dan berbagi pengetahuan antar
perkumpulan pecinta alam se Indonesia.
0 komentar: