Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti dari kata ekspedisi adalah pengiriman surat, barang, dan sebagainya; perusahaan pengangkutan barang; salinan yang sama bunyinya ( tentang vonis atau akta ); perjalanan penyelidikan ilmiah di suatu daerah yang kurang dikenal; pengiriman tentara untuk memerangi ( menyerang, menaklukkan ) musuh di suatu daerah yang jauh letaknya.
Paresmapa sebagai sebuah organisasi kepencita alaman juga melakukan kegiatan ekspedisi yang biasanya dilakukan dengan melakukan perjalanan ke daerah - daerah yang kurang dikenal oleh masyarakat pada umumnya. Seperti misalnya tahun 2016 lalu, ekspedisi dilakukan di Gunung Tremulus dengan meneliti tentang situs watu payon. Sementara itu tahun 2017 ini ekspedisi dilaksanakan di Semerak, Desa Tempur, Kabupaten Jepara.
Meskipun ada sedikit kendala, namun ekspedisi semerak berhasil dilaksanakan pada tanggal 10 sampai dengan 11 Juli 2017 dengan diikuti sebanyak 16 orang yang terdiri dari Paresmapa angkatan 28, angkatan 29, dan beberapa alumni pendamping.
Dari angkatan 28 ada 7 orang yaitu Krisna Gotami, Putri Nimas, Margaretha Adinda, Marisza Salsabilla, Dhimas Hafid, Fahmi Nur Fajrianto, dan Iqbal Mahendra. Sementara itu dari angkatan 29 ada 4 orang yang ikut diantaranya Anggakara Purwanung, Averush F.A, Dika Puspito, dan Galuh Wulandari. Sedangkan alumni yang mendampingi ada Mas Yandi, Mas Supri ( XIX ); Mas Jamal ( XXI); Om Jojok (XIII); Om DJ ( temannya Om Jojok).
Seperti yang disebutkan sebelumnya, ada sedikit kendala dalam kegiatan ekspedisi kali ini yaitu izin dari orang tua. Karena lokasi ekspedisi yang cukup jauh dan harus mengendarai kendaraan pribadi, beberapa anak baik angkatan 28 maupun angkatan 29 tidak diizinkan orang tua. Oleh karena itu, demi kebaikan bagi bersama, mereka yang tidak mendapatkan izin orang tua tidak mengikuti ekspedisi di Semerak.
Sekitar pukul 07.30 WIB kami berangkat dari Pati menuju desa Tempur. Dengan menempuh perjalanan selama 2 jam, para peserta akhirnya tiba di desa Tempur tepatnya di dukuh Kemiren. Sampai di Kemiren kami menitipkan kendaraan di rumah pak Rw, bapak Purnomo. Ketika masih beristirahat di rumahnya, pak Purnomo bercerita tentang petilasan Paulus di daerah Tremulus. Petilasan Paulus di Tremulus adalah tempat Paulus bersembunyi dari kejaran tentara Belanda. Paulus sendiri dulunya adalah seorang tentara Indonesia yang hidup pada masa penjajahan Belanda di Indonesia. Seperti yang dikatakan pak Purnomo, Paulus aslinya orang Kudus, namun pada masa itu ia dikejar-kejar oleh tentara Belanda. Paulus kemudian tinggal / menumpang di rumah bapak Sanawi, Kamituo Desa Tempur pada masa itu. Karena di rumah bapak Sanawi masih kurang aman, akhirnya Paulus disembunyikan di ladang ( disekitar daerah Tremulus ). Di tempat tersebut udaranya sangat dingin, sehingga Paulus pindah ke pematang ladang tidak jauh dari tempat sebelumnya yang udaranya tidak terlalu dingin. Di sana Paulus membangun tempat tinggal dari tumpukan batu-batuan yang disusun membentuk sebuah kotak. Setelah keadaan aman ( merdeka ), Paulus kembali ke tempat asalnya, Kudus. Pak Purnomo mengatakan tidak mengetahui tahun berapa tepatnya saat Paulus datang ke desa tempur dan mulai tinggal di Tremulus karena ia merupakan orang yang lahir belakangan, sementara itu orang – orang tua zaman dulu juga tidak mengtahui tentang waktu tepatnya. Sedangkan berdasarkan cerita dari pak Purnomo, Paulus diperkirakan meninggalkan Tremulus pada masa awal kemerdekaan.
Pukul 1 siang kami berangkat menuju semerak dengan beberapa petunjuk dari pak Purnomo. Di sepanjang perjalanan kami menemui banyak sekali kebun kopi. Medan yang kami lalui tidak terlalu terjal, tapi sangat menanjak. Kami juga sempat melewati jalur yang salah namun kami kembali ke jalur yang benar sebelum berjalan cukup jauh. Sekitar pukul 4 sore, kami sampai di tempat camp dan melaksanakan ishoma, ada beberapa juga yang melakukan navigasi darat.
Pada pagi harinya, kami melakukan perjalanan menuju puncak Semerak karena tempat yang kami gunakan untuk camping belum puncaknya, namun sebelumnya kami mendapatkan pengarahan dan nasehat dari Om Jojok. Dalam perjalanan menuju puncak, kami dibagi menjadi dua kelompok untuk mencari dua jalur yang berbeda sambil melakukan navigasi darat. Sebelum sampai di puncak, dua kelompok sudah bertemu dan akhirnya melakukan perjalanan bersama. Medan yang kami lewati sangat terjal, penuh dengan pepohonan dan akar-akaran yang sangat rimbun. Jalur yang menajak hampir tegak dan tanah – tanah basah yang mudah runtuh manghambat perjalanan kami. Kami harus membuka jalur sendiri yang karena tidak ada jalur yang sepertinya pernah dilewati manusia sebelumnya.
Seperti yang dikatakan pak RW bahwa kami adalah yang pertama kali melakukan perjalanan menuju puncak Semerak. Karena jalur yang terlalu sulit untuk dilalui, kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan demi keselamatan semuanya dan turun kembali ke tempat camp sekitar pukul 12 siang. Sampai di tempat camp kami melakukan ishoma yang dilanjutkan dengan packing. Kami turun kembali ke desa sekitar pukul setengah 2 siang dan sampai di rumah pak Purnomo pukul setengah 4 sore. Beristirahat sebentar di rumah pak Purnomo kami mengeluarkan kendaraan satu per satu sambil minum kopi yang disuguhkan oleh bu Purnomo. Sekitar Pukul 4 sore kami berpamitan dengan pak Purnomo dan melanjutkan perjalanan menuju ke rumah masing – masing dengan selamat.
Begitulah perjalanan kami menuju Semerak. Meskipun tidak berhasil mencapai puncak Semerak, namun banyak hal yang dapat kami pelajari dari kegiatan ekspedisi tersebut. Salah satunya adalah disiplin waktu, waktu menjadi hal yang sangat berharga karena kita tidak dapat mengulang lagi waktu yang sudah terlewat. Selain itu, kita juga harus pandai – pandai memanajemen makanan dan air sehingga tidak ada makanan maupun air yang terbuang sia – sia.
Penulis : Krisna Gotami (Paresmapa XXVIII)
0 komentar: